- Back to Home »
- News »
- Manchester United Beda Filosofi Dengan Klub Lain
Posted by : utamibiran
Minggu, 08 Maret 2015
Manchester
United (MU) merupakan salah satu contoh klub yang mengedepankan kestabilan. Itu
dilihat sejak menggaji Sir Alex Ferguson dari Aberdeen pada 6 November 1986
silam. Meskipun sempat diragukan fans lantaran
belum memberikan gelar pada tiga musim perdananya, kesabaran serta kepercayaan
penuh yang diberikan para petinggi The Red Devils terhadap Ferguson nyatanya
tidak sia-sia.
Manchester
United mengawali gelar perdana mereka, yakni Piala FA 1989/1990. Setelah itu,
trofi kemudian semakin deras mengalir datang ke Old Trafford. Secara keseluruhan,
pelatih kelahiran Govan itu mempersembahkan 38 gelaran berprestisius, yakni 13
Liga Primer, 5 Piala FA, 4 Piala Liga, 10 Community Shield, 2 Liga Champions, 1
Piala Winners, 1 Piala Interkontinental, dan 1 Piala Super Eropa. Kepiawaian
Ferguson meregenerasi skuad jadi alasan kejayaannya .Dia berkali-kali membentuk
pasukan yang mampu mencapai prestasi tertinggi. Yang paling fenomenal tentu
pasukan mengandungi lulusan akademi klub tahun 1992, termasuk nama-nama seperti
Ryan Giggs, Neville bersaudara (Gary dan Philip), David Beckham, Paul Scholes,
dan Nicky Butt. Setelah angkatan tersebut, Ferguson juga berjaya mendidik
pemain muda lain macam Cristiano Ronaldo dan Wayne Rooney. Kini, Ferguson sudah
pensiun. Namun, falsafah klub tidak berubah sama sekali. Terbukti, dikait-kaitkan
dengan sejumlah pelatih top dunia macam Jose Mourinho, Carlo Ancelotti, dan Juergen
Klopp, The Red Devils justru menunjuk David Moyes sebagai pelatih baru.
Banyak
pihak meragukan kapasitas Moyes lantaran tidak mampu mempersembahkan gelar apa
pun selama 11 tahun kiprahnya bersama Everton. Namun, MU tidak berganjak.
Mereka menilai, personalitas yang baik serta kesetiaan Moyes terhadap klub menjadi
pertimbangan utama. Terbukti, keputusan MU mendatangkan Moyes disambut baik Phil
Neville. Dia mengatakan bahwa Moyes merupakan memenuhi semua keperluan untuk
mengurus MU. Phil mengaku lega karena MU tidak merekrut Mourinho.
Meski
mengagumi Mou sebagai pelatih, dia merasa sosok asal Portugal itu tidak loyal.
MU menilai kestabilan penting dalam penjelmaan mereka memburu prestasi. Sebab,
mereka tidak perlu bimbang goyah akibat pergantian pelatih yang terlalu sering.
Terbukti bukan Ferguson saja nakhoda yang bekerja lama. The Red Devils juga
bersinar di tangan Sir Matt Busby selepas Perang Dunia II. Jika MU berjaya meraih
kejayaan dengan kestabilan, tidak demikian dengan klub top Eropa lain. Mereka
cenderung bergonta-ganti pelatih dan membidik gelar dengan cara yang instant.
Sumber :
Sumber1
Sumber2
Sumber3
Sumber :
Sumber1
Sumber2
Sumber3