Archive for 2014
Secangkir Kopi 3
By : utamibiran
Sesampainya
aku dirumah. Ku renungkan. Bahkan bukan kopi yang aku mau. Bukan dia. Tapi aku
terbiasa dengan hadirnya aku terbiasa tak meraih apa yang aku ingin. Kata-katanya tadi membuatku
berpikir. Untuk apa aku menunggu seseorang menyelesaikan kebahagiaannya yang
belum tentu mereka akan menyelesaikannya. Berkali aku pacaran, baru kali ini
aku memikirkan kebahagiaan. Apa ini pendewasaan?
Kenapa
baru sekarang aku merasa ada yang salah dari apa yang aku rasa. Apa rasa itu bisa salah?
Bahkan hanya karena 1 senyum aku melewatkan orang yang membuatku tertawa
sepanjang hari? Jahatkah ini Tuhan...
Baik.
Sudah berkali-kali saat aku menjalin hubungan selalu aku yang dibahagiakan.
Kali ini, aku harus membahagiakan orang yang harusnya dapatkan perhatian lebih
dariku.
Konsepnya
membahagiakan untuk dapat kesempurnaan, bukan lagi menunggu ditepian jalan yang
kosong tanpa diapun tau apa yang ku rasa.
Hari
ini, yap tepat tanggal 26 November 2009 aku berdiri lebih awal didepan rumahku.
Menunggu dia, dia yang pasti menunggu hari ini.
Dia
datang...
“Hai,
blm sarapan kan? Nih...” kotak makan
berisi sandwich itupun aku terima. Dalam perjalanan dia selalu menatapku
sesekali dan keadaan hening akupun memakan sarapan pagi darinya sampai dia
memecah keadaan...
“Aku
udah bisa dapet jawaban si blimbing asem ini belum hehe” dan akupun mengalihkan
pembicaraan “Ih apa sih panggilnya blimbing asem, jelek banget gue...” dia
menjelaskan “Loh kamu suka blimbingkan? Tapi kalo blimbingkan rasanya manis,
kalo kamu asem. Juteknya setengah mati liat aja ntar kalo udah jadi pacar, aku
jadiin km tukang bikin ketawa orang” hahaha dasar kopi selalu punya cerita
disetiap pagi..
“Eh
jadi gimana? Aku blm bisa dapet jawabanku ya?” aku beluuummm siiiaaaap ntah apa
yang aku ragukan, aku takuuuut. Dan ini bukan kali pertama aku mengalami
keadaan seperti ini. Kenapa baru sekarang aku bingunggggg.
“Gue
mau jawab, tapi gue takut kita malah jauh”...
“Apapun
jawaban kamu, aku terima. Kalaupun kita ga bisa sama-sama seengganya aku udah
jujur sama perasaan aku. Aku cuma ga mau terlambat. Dan kita masih bisa jadi
sahabat kok”... Senyuman itu, bukan senyuman biasanya kopi. Aku mengecewakanmu?
“Kopi,
maaf ya kalo gue sering ngecewain lo. Gue ga nyangka lo bisa sayang sama orang
kaya gue. Yang bahkan lo tau gue nyimpen rasa buat siapa. Gue ga mau ngecewain
lo lagi kopi. Cukup ini yang terakhir.”
“Yaudah
gue ngerti ko tam, maaf ya gue usaha gue kurang gigih buat bikin lo nyaman sama
gue”... Ini mungkin senyuman terakhirnya...
“Sekali
lagi gue minta maaf kopi, gue ga bisa...”
“Iya
tam yaudah, udah ya kita ga usah bahas ini la...”
“Gue
ga bisa nolak orang sejenius lo. Lo hebat lo buat gue lupa sama apa yang gue
rasa buat orang lain. Lo buat gue nyaman kopi...”
Dia
rem mendadak. Dan menatap mataku dalam, erat dan dia mengeluarkan senyuman
indah itu lagi... Ternyata tadi adalah senyum suram terakhir yang aku lihat...
“Jadi
kita jadian taaam? Aaaaaaaaaaa”
Terimakasih
Kopi, telah mengajarkanku apa arti perjuangan. Aku mengerti sekarang mengapa
dalam suatu hubungan selalu ada kesempurnaan, bukan karena kamu sempurna atau
aku sempurna tapi karena kita yang membuat semua kekonyolan menjadi kebersamaan
yang tiada ternilai...
Kopi
sekarang hobinya ketawa depan mata tami. Dia suka ngeledek tami pesek. Dia
ngelakuin hal-hal konyol yang buat tami lupa, lupa sama apa yang tami rasa buat
dia. Semua jadi manis, indah, tak ternilai...
Karenamu aku tau rasa manis, walau aku kehilangan sebelum memiliki. Mengikhlaskan sebelum disatukan. Kopi, ntah bahagia atau bukan tapi kamu selalu jadi secangkir kopi terspesial di setiap pagi...
Karenamu aku tau rasa manis, walau aku kehilangan sebelum memiliki. Mengikhlaskan sebelum disatukan. Kopi, ntah bahagia atau bukan tapi kamu selalu jadi secangkir kopi terspesial di setiap pagi...
Selamat
pagi kopi...
Tag :
Love,
Secangkir Kopi 2
By : utamibiran
“Hai,” kopi pagi
terus ada. Dia menjadi menyenangkan menjadi kebahagiaan di tengah kerunyaman
hidup. Tak terasa sudah lama kita berdua... Sudah lama tidak ada si senyum, dan
aku mulai terbiasa. Dia yang membuatku terbiasa tanpa senyumnya.
Pemilik senyum
itu, terus berlari saat dikejar. Dan dia berhenti saat akupun berhenti. Seperti
kuda yang menemukan padang rumput yang luas. Dia lepas, hempas, tanpaku. Yap dia
bahagia, walau bukan denganku. Aku harus bahagia, sebahagia ia tertawa.
Baik! Kita mulai
semuanya disini... Kisah ini bermula di kala pagi. Pagi itu pagi yang berbeda.
Kopi iya dia, alasanku bukan menjadikannya pelarian. Bukan! Aku tak sejahat itu
kepada orang yang tepat berdiri didepan pintu rumahku saat ini. “Hai,” Didepan
pintu. Iya! Tepat didepan pintu! “Tau dari mana rumah gue” terheran, aku tak
pernah mengajaknya kerumah. “Kemaren sore sengaja ikutin lo tapi lo gatau kan”.
Dasar kopi! Selalu punya kejutan disetiap pagi. Selalu memberi semangat
berbeda!
Saat dalam
perjalanan, dia selalu melempar senyum yang tak pernah semanis itu. Aku dapati
gulamu sekarang kopiiii! Kenapa jadi beda? Kenapa rasa ini hampir sama seperti aku melihat kuda dulu?
Satu pertanyaan yang mengacaukan
lamunanku. “Hei kenapa rata-rata cewe sukanya sama yg indah kaya ngeliat
bintang diatas bukit? Dari pada main ke dufan gitu?” jawabku “yaiyalah kedufan
mah capek panas” ternyata dia punya kalimat lain yang membuatku terheran “Pantes
cewe suka yang indah tapi ga bisa langsung dirasa kebahagiaannya, kenapa sih
cewe suka sama yg susah digapai padahal didepan matanya udah ada kebahagiaan
yang ngejamin mereka bahagia” Aku diam, diam seribu bahasa. Sepertinya kopi
tau, tau aku pernah menyimpan rasa. Dan diapun hanya tersenyum...
Siang itu,
dimana siang seperti biasanya berjalan. Kopi selalu hadir disaat kekosongan.
Dia memecah lamunanku dan mengajakku makan, seperti biasanya. Itu siang seperti
biasa, tapi ada hal spesial yang tak biasa. “Coba deh, enak...” Dan untuk
pertama kalinya dia memberi 1 suapan untukku. Dan pertama kalinya aku tak
menolaknya dan mataku terasa terhenti didalam tatapannya. Sekali lagi perbedaan
itu ku rasa hari ini...
Sore dihari yang
sama. Aku sengaja meninggalkannnya, berharap dia tak melihatku dan tak
mengantarku pulang. Sudah cukup keanehan untuk hari ini pikirku. Tapi belum
berakhir. Ternyata dia sudah didepanku sekarang. “Ko duluan sih tadi? Untung
gue sigap” Dan akupun ikut dengannya. Disela perjalanan, dia berhenti dan
sekali lagi keanehan ini hadir tapi ini lebih dari keanehan sepanjang hari
tadi. “Gue suka sama lo, gue tau lo suka sama kuda gue tau pasti yang lo harap
saat ini yg ngomong ini dia. Kalian cocok, lo bisa dapet dia. Tapi dia ga mau
jadi perusak, ngerusak bongkahan2 yang udah gue bangun. Tolong hargain
hubungannya, ayo kita buat cerita kita sendiri. Jalanin yuk” Akupun hanya bisa
terdiam, dan diapun tersenyum “Gak
dijawab sekarang juga gpp” Akupun turun, dan dia membelai kepalaku.
Sekali lagi, aku telah mendapati gulamu
kopiiii !
Tag :
Love,
Secangkir Kopi 1
By : utamibiran
Aku
pernah rasakan cinta, indah. Berawal dari 1 tatap, saat pertama mata kita
bertemu ntah berasal dari mana cahaya itu menyilaukan parasmu. Mimpi itupun
hadir kala dia melempar senyum. Dia satu-satunya sosok yang senyumnya berbeda
saat mengarah kepadaku. Tapi senyum itu hanya ku dapat satu kali. Dia menghargai
seribu langkah yang telah ditempuh orang lain lebih dulu. Yap. Sebut saja dia
kopi. Karena kepahitan mulai muncul satu persatu sebelum aku menemui manisnya,
diakhir..
“Hai,”
sapa kopi disetiap pagi tepat didepan pintu kelas. Sekali, dua kali, tiga kali,
aku mulai bosan mendengar kata itu. Sampai pagi itu aku beranikan diri... “Stop
hai lo kalo lo cuma kasih ke gue, gue bukan guru yang setiap pagi harus dapet
sambutan”... Mulai saat itu, ku kira usahanya melemah. Yap. Itu hanya harapanku.
Memang bukan lagi “Hai,” tapi bahkan dia
selalu mengirimiku pesan di ponsel. Setidaknya, pemilik senyum itu tau tak lagi
ada kopi dipagiku.
Aku
kira senyum itu akan kembali, nyatanya... Itulah pertama aku mendapat senyum,
dan mungkin terakhir kalinya. Sudahlah, aku selalu percaya Tuhan mempersiapkan
yg lebih dari si pemilik senyum itu dan mungkin lambat laun dia akan
melemparnya lagi.
Sampai
suatu siang, saat jam makan siang akupun tersedak saat melihat dia tertawa
lepas dengan wanita... Yap wanita yg tak asing bagiku. Ternyata, itu yang
menjadi alasanmu tersenyum sekarang. Terkadang, menjauh itu lebih baik, bukan
karena berhenti mencinta, namun karena harus melindungi diri agar tak terus
terluka...
Baiklah. Aku mengalah,
hilangkan tam hilangkan!!!
Akupun
tak ingin mengingat ataupun mencari penyebab dia memilihnya, aku benar-benar
berhenti saat aku tau mereka bukan lagi berdua, tp bersatu...
Tunggu
dulu. Berpikir! Apa ini balasannya? Kopi! Si pembawa pahit itu kataku. Tuhan, salah
apa dia. Baru mencoba, tp sudahku runtuhkan. Apa bedanya aku dan si pemilik
senyum itu kalau begitu?
Kopi,
si pahit itu mulai berani bertanya walau hanya tentang pelajaran. Dan akupun
tidak lagi menutup diri. Bukan karena suka, mungkin terlebih karena aku tidak
mau memetik buah pahit sepahit yang ku tanam ke orang lain.
Perhatiannyapun
mulai ia tunjukkan. Yap pintar dalam mencari celah, disaat kosong si kopi
datang. Disaat senggang dia terus datang. Dia yang mengisi kekosongan. Dan si
pemilik senyum? Kelihatannya dia bahagia dengan hidupnya...
Suatu
hari, tak ada kopi di pagiku, di waktu kosongku, di waktu yang selalu ia
datangi. Kemana dia? Ternyata, dia sakit. Dia tidak hadir. Loh loh loh? Kenapa
jadi perhatian.
Kopi, pahitmu hanya
diawal kan?
Tag :
Love,
RAGAM BAHASA INDONESIA
By : utamibiran
A.
Pengertian Ragam Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa
menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan
pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara
(Bachman, 1990). Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang
baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di
dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana
resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam
bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa
sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu
masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di
sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku.
Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita
tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
B.
Macam-macam ragam Bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi 3 jenis :
1. Ragam
Bahasa Indonesia Berdasarkan Media
· Ragam Lisan
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh
situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelepasan kalimat. Namun,
hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam
pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam
kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan
dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung
di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal
berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi
tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu
tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam
lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang
dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun
direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat
dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing, ragam
tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.
Ciri-ciri ragam
lisan:
a. Memerlukan orang kedua/teman bicara.
b. Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu.
c. Tidak harus memperhatikan unsur gramatikal,
hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.
d. Berlangsung cepat.
e. Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu.
f. Kesalahan dapat langsung dikoreksi.
g. Dapat
dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.
Kelebihan ragam
bahasa lisan:
a.
Dapat disesuaikan dengan situasi.
b.
Faktor efisiensi.
c.
Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsure lain berupa tekan dan
gerak anggota badan agah pendengar mengerti apa yang dikatakan seperti situasi,
mimik dan gerak-gerak pembicara.
d.
Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang
dibicarakannya.
e.
Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa
yang dituturkan oleh penutur.
f.
Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan penafsiran dari
informasi audit, visual dan kognitif.
Kelemahan
ragam bahasa lisan :
a.
Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat
frase-frase sederhana.
b.
Penutur sering mengulangi beberapa kalimat.
c.
Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan.
d.
Aturan-aturan bahasa yang dilakukan tidak formal.
· Ragam Tulis
Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis
makna kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian,
sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang
oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur
kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan
kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan,
struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa
di dalam struktur kalimat.
Ciri-ciri ragam
tulis :
1. Tidak
memerlukan orang kedua/teman bicara.
2. Tidak
tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu.
3. Harus
memperhatikan unsur gramatikal.
4. Berlangsung
lambat.
5. Selalu
memakai alat bantu.
6. Kesalahan
tidak dapat langsung dikoreksi.
7.Tidak
dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, hanya terbantu dengan tanda baca.
Kelebihan ragam
bahasa tulis :
a.
Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi
yang menarik dan menyenangkan.
b.
Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.
c.
Sebagai sarana memperkaya kosakata.
d.
Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi atau
mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu mencanggihkan wawasan pembaca.
Kelemahan
ragam bahasa tulis :
a.
Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada
akibatnya bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna.
b.
Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus
mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan
nilai jual.
c.
Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas/ditolong, oleh
karena itu dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.
Contoh
ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis
No
|
Ragam
bahasa lisan
|
Ragam
bahasa tulis
|
1.
|
Papy
bilang saya harus segera pulang
|
Papy
mengatakan bahwa saya harus segera pulang
|
2.
|
Adik
lagi baca buku
|
Adik
sedang baca buku
|
3.
|
Saya
tinggal di Bandung
|
Saya
bertempat tinggal di Bandung
|
2.
Ragam Bahasa
Indonesia Berdasarkan Penutur
a.
Ragam bahasa berdasarkan daerah disebut ragam daerah (logat/dialek)
Luasnya pemakaian bahasa dapat
menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh
orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang
digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing
memiliki ciri khas yang berbeda-beda.
b.
Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur.
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh
kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan,
terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing,
misalnya fitnah, kompleks, vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang
tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin,
pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata
bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari.
Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang
seharusnya dipakai.
Contoh:
1)
Ira mau nulis surat seharusnya Ira mau menulis surat
2)
Saya akan ceritakan tentang Kancil seharusnya Saya akan menceritakan
tentang Kancil.
c.
Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur
Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh
setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap
pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai.
Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga
mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang
bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak
antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa
resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan
makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat
kebakuan bahasa yang digunakan.
3. Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan topik pembicaraan
Berdasarkan topik pembicaraan, ragam
bahasa terdiri dari ragam bahasa ilmiah, ragam hukum, ragam bisnis, ragam
agama, ragam sosial, ragam kedokteran dan ragam sastra.
1. Ragam
bahasa ilmiah
Ciri-ciri
ragam ilmiah:
a.
Bahasa Indonesia ragam baku;
b.
Penggunaan kalimat efektif;
c.
Menghindari bentuk bahasa yang bermakna ganda;
d. Penggunaan
kata dan istilah yang bermakna lugas dan menghindari pemakaian kata dan istilah
yang bermakna kias;
e. Menghindari
penonjolan persona dengan tujuan menjaga objektivitas isi tulisan;
f. Adanya
keselarasan dan keruntutan antarproposisi dan antaralinea.
2. Ragam
hukum
Contoh
: Dia dihukum karena melakukan tindak pidana
3. Ragam
bisnis
Contoh
: Setiap pembelian di atas nilai tertentu akan diberikan diskon
4. Ragam
agama
5. Ragam
psikologi
Contoh
: Penderita autis perlu mendapatkan bimbingan yang intensif.
6. Ragam
kedokteran
Contoh
: Anak itu menderita penyakit kuorsior.
7. Ragam
sastra
Contoh
: Cerita itu menggunakan unsur flashback.
Tag :
Learning,
DIKSI ATAU PILIHAN KATA
By : utamibiran
DIKSI (PILIHAN
KATA)
Jika kita menulis atau berbicara, kita
itu selalu menggunakan kata. Kata tersebut dibentuk menjadi kelompok kata,
klausa, kalimat, paragraph dan akhirnya sebuah wacana.
Di dalam sebuah karangan, diksi
bisa diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan sebuah
cerita. Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata melainkan digunakan untuk
menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan
gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya. Gaya bahasa sebagai bagian
dari diksi yang bertalian dengan ungkapan-unkapan individu atau karakteristik,
atau memiliki nilai artistik yang tinggi.
Definisi Diksi
Pilihan kata atau Diksi adalah pemilihan
kata – kata yang sesuai dengan apa yang hendak kita ungkapkan. Diksi atau
Plilihan kata mencakup pengertian kata – kata mana yang harus dipakai untuk
mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata – kata yang
tepat atau menggunakan ungkapan – ungkapan, dan gaya mana yang paling baik
digunakan dalam suatu situasi.
Fungsi Diksi
a) Melambangkan
gagasan yang diekspresikan secara
verbal.
b) Membentuk
gaya ekspresi gagasan yang tepat.
c) Menciptakan
komunikasi yang baik dan benar.
d) Mencegah
perbedaan penafsiran.
e) Mencagah
salah pemahaman.
f) Mengefektifkan
pencapaian target komunikasi.
Manfaat Diksi
1.
Dapat membedakan secara cermat kata-kata denitatif dan konotatif, bersinonim
dan hapir bersinonim, kata-kata yang mirip dalam ejaannya.
2.
Dapat membedakan kata-kata ciptaan sendiri fan juga kata yang mengutip dari
orang yang terkenal yang belum diterima dimasyarakat. Sehingga dapat
menyebabkan kontroversi dalam masyarakat.
Syarat-Syarat
Ketepatan Diksi
Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata
untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar,
seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara, maka setiap
penulis atau pembicara harus berusaha secermat mungkin memilih kata-katanya
untuk mencapai maksud tersebut. Ketepatan tidak akan menimbulkan salah paham.
Selain pilihan kata yang tepat,
efektivitas komunikasi menuntut persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengguna
bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang sesuai dengan tuntutan komunikasi.
Adapun
syarat-syarat ketepatan pilihan kata adalah :
1) Membedakan secara
cermat denotasi dan konotasi.
Denotasi ialah kata yang bermakna lugas
atau tidak bermakna ganda. Sedangkan konotasi ialah kata yang dapat menimbulkan
bermacam-macam makna. Contoh :
Bunga eldeweis
hanya tumbuh ditempat yang tinggi. (Denotasi)
Sinta
adalah ·bunga desa di
kampungnya. (Konotasi)
2) Membedakan
dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim.
Siapa ·pengubah peraturan
yang memberatkan pengusaha?
Pembebasan
bea masuk untuk jenis· barang tertentu adalah peubah peraturan yang
selama ini memberatkan pengusaha.
3) Membedakan
kata-kata yang mirip ejaannya.
Intensif
–·
insensif
Karton
–·
kartun
Korporasi
–· koperasi
4) Tidak
menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri, jika
pemahaman
belum dapat dipastikan. Contoh :
·Modern : canggih (secara
subjektif)
·Modern :
terbaru atau muktahir (menurut kamus)
·Canggih :
banyak cakap, suka menggangu, banyak mengetahui, bergaya intelektual (menurut
kamus)
5) Waspada
terhadap penggunaan imbuhan asing.
·
Dilegalisir seharusnya dilegalisasi.
·
Koordinir seharusnya koordinasi.
6) Membedakan
pemakaian kata penghubung yang berpasangan secara tepat.
Pasangan
yang salah
|
Pasangan
yang benar
|
antara
..... dengan ....
|
antara
.... dan .....
|
tidak
..... melainkan .....
|
tidak
..... tetapi .....
|
baik
..... ataupun .....
|
baik
..... maupun .....
|
bukan
..... tetapi .....
|
bukan
...... melainkan .....
|
7) Membedakan
kata umum dan kata khusus secara cermat.
Kata umum adalah sebuah kata yang
mengacu kepada suatu hal atau kelompok yang luas bidang lingkupnya.
Sedangkan kata khusus adalah kata yang mengacu kepada
pengarahan-pengarahan yang khusus dan kongkret. Contoh :
Kata
umum : melihat·
Kata
khusus: melotot,· membelak, melirik, mengintai, mengamati, mengawasi,
menonton, memandang, menatap.
8) Memperhatikan
perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.
Isu
(berasal dari bahasa Inggris· “issue”) berarti publikasi, perkara.
Isu
(dalam bahasa Indonesia)· berarti kabar yang tidak jelas asal-usulnya, kabar
angin, desas-desus.
9) Menggunakan
dengan cermat kata bersinonim, berhomofoni, dan berhomografi.
Sinonim adalah
kata-kata yang memiliki arti sama.
Homofoni adalah
kata yang mempunyai pengertian sama bunyi, berbeda tulisan, dan berbeda makna.
Homografi adalah
kata yang memiliki kesamaan tulisan, berbeda bunyi, dan berbeda makna.
Sinonim
: Hamil (manusia) – Bunting· (hewan)
Homofoni
: Bank (tempat menyimpan uang) – Bang (panggilan kakak laki-laki)
Homografi
: Apel (buah) – Apel (upacara)
10) Menggunakan
kata abstrak dan kata konkret secara cermat.
Kata abstrak mempunyai referensi berupa
konsep, sedangkan kata konkret mempunyai referensi objek yang diamati. Contoh :
Kata
abstrak·
Kebaikkan seseorang
kepada orang lain merupakan sifat terpuji.
Kata
konkret·
APBN
RI mengalami kenaikkan lima belas persen.
Sebelum menentukan pilihan kata, penulis
harus memperhatikan dua hal pokok, yakni: masalah makna dan relasi makna :
Makna
sebuah kata / sebuah kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri sendiri.
Adapun makna menurut (Chaer, 1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok yaitu :
1. Makna Leksikal
Makna yang sesuai dengan referennya,
sesuai dengan hasil observasi alat indera / makna yg sungguh-sungguh nyata dlm
kehidupan kita.
Contoh:
Kata tikus, makna leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya
penyakit (Tikus itu mati diterkam kucing).
Makna
Gramatikal : untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna
gramatikal, untuk menyatakan makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan proses
reduplikasi seperti kata: buku yg bermakna “sebuah buku,” menjadi buku-buku
yang bermakna “banyak buku”.
2. Makna Referensial dan Nonreferensial
Makna referensial & nonreferensial
perbedaannya adalah berdasarkan ada tidaknya referen dari kata-kata itu. Maka
kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh
kata itu. Kata bermakna referensial, kalau mempunyai referen, sedangkan kata
bermakna nonreferensial kalau tidak memiliki referen.
Contoh:
Kata meja dan kursi (bermakna referen). Kata karena dan tetapi (bermakna
nonreferensial).
3. Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adalah makna asli,
makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki sebuah leksem. Contoh: Kata
kurus, bermakna denotatif keadaan tubuhnya yang lebih kecil & ukuran
badannya normal.
Makna konotatif adalah: makna lain
yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa
orang / kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Contoh: Kata kurus pada
contoh di atas bermakna konotatif netral, artinya tidak memiliki nilai rasa
yang mengenakkan, tetapi kata ramping bersinonim dengan kata kurus itu memiliki
konotatif positif, nilai yang mengenakkan. Orang akan senang bila dikatakan
ramping.
4. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Makna konseptual adalah makna yang
dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Contoh:
Kata kuda memiliki makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat yg bisa
dikendarai”.
Makna asosiatif adalah makna yang
dimiliki sebuah leksem / kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan
suatu yang berada diluar bahasa . Contoh: Kata melati berasosiasi dg suatu yg
suci / kesucian. Kata merah berasosiasi berani / paham komunis.
5. Makna Kata dan Makna Istilah
Makna kata, walaupun secara
sinkronis tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor dalam kehidupan dapat
menjadi bersifat umum. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau sudah digunakan
dalam suatu kalimat. Contoh: Kata tahanan, bermakna orang yang ditahan,tapi
bisa juga hasil perbuatan menahan. Kata air, bermakna air yang berada di sumur,
di gelas, di bak mandi atau air hujan.
Makna istilah memiliki makna yang
tetap dan pasti. Ketetapan dan kepastian makna istilah itu karena istilah itu
hanya digunakan dalam bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Contoh: Kata
tahanan di atas masih bersifat umum, istilah di bidang hukum, kata tahanan itu
sudah pasti orang yang ditahan sehubungan suatu perkara.
6. Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Yang dimaksud
dengan idiom adalah satuan-satuan bahasa (ada berupa baik kata,
frase, maupun kalimat) maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal,
baik unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Contoh:
Kata ketakutan, kesedihan, keberanian, dan kebimbangan memiliki makna hal yg
disebut makna dasar, Kata rumah kayu bermakna, rumah yang terbuat dari kayu.
Makna pribahasa bersifat
memperbandingkan atau mengumpamakan, maka lazim juga disebut dengan nama
perumpamaan. Contoh: Bagai, bak, laksana dan umpama lazim digunakan dalam
peribahasa
7. Makna Kias dan Lugas
Makna kias adalah kata, frase dan
kalimat yang tidak merujuk pada arti sebenarnya. Contoh: Putri malam bermakna
bulan , Raja siang bermakna matahari.
Agar
dapat menghasilkan cerita yang menarik melalui pilihan kata maka diksi yang
baik harus memenuhi syarat, seperti :
• Ketepatan
dalam pemilihan kata dalam menyampaikan suatu gagasan.
• Seorang
pengarang harus mempunyai kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa
makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk
menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa bagi pembacanya.
• Menguasai
berbagai macam kosakata dan mampu memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi sebuah
kalimat yang jelas, efektif dan mudah dimengerti.
Contoh Paragraf
:
1).
Hari ini Aku pergi ke pantai bersama dengan kawanku. Udara disana sangat sejuk.
Kami bermain bola air sampai tak terasa hari sudah sore. Kamipun pulang tak
lama kemudian.
2).
Liburan tahun ini Aku dan kawanku berencana untuk pergi ke pantai. Kami sangat
senang ketika hari itu tiba. Begitu sampai disana kami sudah disambut oleh
semilir angin yang tak henti-hentinya bertiup. Ombak yang berkejar-kejaran juga
seolah tak mau kalah untuk menyambut kedatangan kami.
Sumber
lain : Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : Gramedia.
2006.
Tag :
Learning,